Sabtu, 10 Maret 2012

Bikhulusin Niat (dengan Ketulusan Niat)


Sudah menjadi kewajiban bagi setiap makhluq untuk  senantiasa beribadah kepada sang khaliq, Rabul ‘Izzati. Seorang anak berbakti pada kedua orang tua, seorang santri berbakti kepada pesantren (almamater) nya, pun seorang istri berbakti kepada suami.

Sungguh indah jika setiap langkah ‘ibadah’ itu diliputi dengan nafas ikhlas, bukan dasar terpaksa, beban, hutang budi, atu sejenisnya. Tak ayal kerikil-kerikil tajam menjadi sandungan dalam melangkah. Usah mengeluh karena kerikil tajam itu lah yang akan mewarnai cerita hidupmu dalam mengabdi padanya. Bukan begitu?

Ketulusan niat bersahabat dengan keadaan hati seiap insan. Ketulusan akan terpancar dari hati yang bersih dan bersinar. Ketika hati terasa sesak oleh ganjalan yang tak tahu rimbanya, saat itulah sinyal pertanda ‘nglilehke ati’ perlu ditanggapi serius oleh sang empunya. Banyak-banyak introspeksi -muhasabah - diri dan menghadapi skenarioNya dengan hati legowo.

Hati, bolak-balik, sudah menjadi fakta, keberadaannya sangat berpengaruh pada langkah yang akan kita tempuh. Dialah penentu warna hidup kita, putih atau hitam. Meski demikian, tegakah dirimu mengotori ‘cermin’ dengan noktah-noktah hitam tiada henti tiap detiknya? Bukankah itu akan menyulitkan dirimu sendiri ketika hendak bercermin? Pikirku,, buat apa capek-capek mengelap cermin yang sudah kotor dan akan terus kotor jika aku punya alat untuk mencegah noda itu muncul pada cerminku.

Tabassam akhy ukhty fillah, taqarrub ilallah, jadikan hidupmu lebih bermakna dengan senantiasa tafakkur pada ayat-ayat Nya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar