Sudah menjadi kewajiban bagi setiap makhluq untuk senantiasa beribadah kepada sang khaliq, Rabul
‘Izzati. Seorang anak berbakti pada kedua orang tua, seorang santri berbakti
kepada pesantren (almamater) nya, pun seorang istri berbakti kepada suami.
Sungguh indah jika setiap langkah ‘ibadah’ itu diliputi
dengan nafas ikhlas, bukan dasar terpaksa, beban, hutang budi, atu sejenisnya. Tak
ayal kerikil-kerikil tajam menjadi sandungan dalam melangkah. Usah mengeluh
karena kerikil tajam itu lah yang akan mewarnai cerita hidupmu dalam mengabdi
padanya. Bukan begitu?
Ketulusan niat bersahabat dengan keadaan hati seiap insan. Ketulusan
akan terpancar dari hati yang bersih dan bersinar. Ketika hati terasa sesak
oleh ganjalan yang tak tahu rimbanya, saat itulah sinyal pertanda ‘nglilehke ati’ perlu ditanggapi serius
oleh sang empunya. Banyak-banyak introspeksi -muhasabah - diri dan menghadapi
skenarioNya dengan hati legowo.
Hati, bolak-balik, sudah menjadi fakta, keberadaannya sangat
berpengaruh pada langkah yang akan kita tempuh. Dialah penentu warna hidup
kita, putih atau hitam. Meski demikian, tegakah dirimu mengotori ‘cermin’
dengan noktah-noktah hitam tiada henti tiap detiknya? Bukankah itu akan
menyulitkan dirimu sendiri ketika hendak bercermin? Pikirku,, buat apa capek-capek mengelap cermin yang
sudah kotor dan akan terus kotor jika aku punya alat untuk mencegah noda itu
muncul pada cerminku.
Tabassam akhy ukhty fillah, taqarrub ilallah, jadikan
hidupmu lebih bermakna dengan senantiasa tafakkur pada ayat-ayat Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar